Friday, January 11, 2008

Proposal Penelitian Sejarah

SUTAN SJAHRIR PERANAN DAN PEMIKIRAN DALAM REVOLUSI INDONESIA

A. Latar belakang

17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya setelah melalui serangkaian perjuangan demi perjuangan baik secara kooperasi maupun non-kooperasi kepada Pemerintahan Belanda lalu Jepang yang menduduki Indonesia sejak 1942.

Pada masa pendudukan Jepang ini, nama Sutan Sjahrir muncul sebagai pusat oposisi terhadap Jepang yang paling terkemuka. Sebagai seorang politikus yang berpengalaman perhitungan-perhitungan Sjahrir terutama bersifat taktis. Ia tidak pernah percaya bahwa Jepang dapat memenangkan peperangan, dan pada akhir bulan Juli dan Agustus ia mengetahui dari siaran-siaran sekutu bahwa jepang hampir ambruk.

Sementara itu kedudukan Jepang dalam perang melawan Sekutu juga bertambah buruk, dan harapan untuk menang semakin berkurang.[1]

Menurut pendapatku riwayat Jepang sudah tamat, dan kini akhirnya datang kesempatan untuk menarik garis yang setegas-tegasnya antara posisi Jepang dan posisi Indonesia.[2]

Ia percaya bahwa suatu prasyarat mutlak bagi pengakuan sekutu di kemudian hari adalah bahwa kemerdekaan harus dilihat sebagai suatu yang datang melalui perlawanan terhadap penguasa Jepang, bukan hadiah dari mereka.

Sjahrir mengambil garis politik perjuangan bawah tanah antifasis[3], melakukan perluasan jaringan dan kaderisasi yang sebagian besar dari PNI baru serta kader dari golongan mahasiswa progresif., memelihara jaringan hubungan bawah tanah di jawa. Sjahrir percaya bahwa akhirnya sekutu akan menang di pasifik, dan mempersiapkan diri bagi kemungkinan itu dengan menyebarkan informasi berharga dari luar dan memupuk jiwa skeptis terhadap jepang.[4] Berbeda dengan Soekarno dan Hatta yang lebih memilih bekerja sama dengan pemerintahan jepang. sehingga Sjahrir -yang kemudian menduduki posisi pedana menteri merangkap menteri luar negeri dan menteri dalam negeri, di mata sekutu, Sjahrir lebih dapat diterima

Di masa revolusi fisik, karier Sjahrir dibidang politik dan diplomasi bermula sejak keluarnya Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945, dimana ia terpilih sebagai Ketua Badan Pekerja KNIP, diserahi kekuasaan legislatif, untuk bersama-sama dengan Presiden menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara[5]. Sejak tanggal 14 November 1945 Sjahrir naik ke pucuk pimpinan pemerintahan sebagai perdana menteri pertama Indonesia dalam usia 36 tahun. kepemimpinan Sjahrir berlangsung dalam 3 periode yaitu :

1. Kabinet pertama, 14 November 1945 - 12 Maret 1946

2. Kabinet kedua, 13 Maret 1946 - 2 Oktober 1946

3. Kabinet ketiga, 2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947

Kabinet pertama Sjahrir berisikan teman-teman dekat Sjahrir yang tidak pernah bekerja sama dengan Jepang. Kabinet kedua dan ketiganya lebih bersifat nasional karena melibatkan hampir semua unsur golongan.

Kemunculan Sjahrir dalam pimpinan pemerintahan Republik Indonesia saat itu dimungkinkan faktor-faktor politis yang menguntungkan, terutama dalam menghadapi dunia internasional, khususnya pihak sekutu yang memenangkan perang Dunia II. faktor-faktor tersebut adalah :

  1. Sekutu berada dipihak yang menang dalam perang dan Jepang berada di pihak yang kalah.
  2. Dimasa pendudukan fasis jepang, Soekarno dan Hatta telah memilih bekerja sama dengan pemerintah jepang shingga Soekarno dan Hatta oleh lawan-lawan politik maupun sekutu dipandang sebagai kolaborator Jepang.
  3. Tampilnya Soekarno sesudah proklamasi sebagai pimpinan eksekutif dalam negara republik indonesia serta tiadanya partai-partai politik, dikhawatirkan akan menimbulkan kecurigaan dipihak sekutu maupun dunia internasional, bahwa pemerintah indonesia adalah ciptaan jepang, berdasarkan diktator dan bukan atas dasar demokrasi.
  4. Sjahrir dimata sekutu, tidak termasuk black list sebagai kaki tangan jepang atau penjahat perang. dan sebagai sosialis, Sjahrir mempunyai kawan-kawan seperjuangan di luar negeri, baik di Eropa maupun Asia, sehingga dengan penampilan Sjahrir, diperhitungkan akan dapat menarik simpati dunia terhadap Republik Indonesia khususnya, dan dapat membantu cita-cita perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya.
  5. Tampilan Sjahrir sebagai sosialis dan demokrat yang anti imperialisme, kapitalisme, dan fasisme dapat menghapus imej dunia yang tidak baik terhadap Republik Indonesia.

Politik Sjahrir yang mengedepankan jalur lunak (diplomasi), untuk sementara mengalah, dengan hanya mendapatkan pengakuan De Facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra lewat Linggarjati. Namun dengan diakuinya Republik Indonesia secara De Facto oleh sekutu hendak dijadikan fondasi untuk menyusun kekuatan kedalam, baik politik, militer, maupun ekonomi.[6]

Munculnya pro-kontra atas kebijakan kabinet Sjahrir tersebut membuat posisi kabinetnya goyah, kaum nasionalis dalam negeri dan kelompok Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka yang sejak awal menjadi oposisi bagi kabinet Sjahrir, menganggap perjanjian Linggarjati, yaitu hasil yang dicapai kabinetnya dalam politik diplomasi adalah sebuah "kecolongan" yang merugikan Republik.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

Bagaimana Peranan Sutan Sjahrir dalam Revolusi Indonesia dan apa yang melatarbelakangi kebijakannya yang lebih memilih jalur diplomasi dari pada perang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah :

  1. Untuk menjelaskan peranan dan pemikiran Sutan Sjahrir dalam Revolusi Indonesia.
  2. Untuk melengkapi penulisan sejarah mengenai Sutan Sjahrir.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan Judul, masalah yang dibahas akan dibatasi antara kurun waktu 1945-1949. Pembahasan diawali pada tahun 1945 karena pada waktu itu Indonesia merdeka. Pembahasan akan diakhiri pada tahun 1949 karena pada waktu itu Indonesia telah diakui secara De Jure oleh Belanda hingga terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS). Untuk mendapatkan kejelasan kondisi revolusi, akan disinggung pula kondisi pada masa-masa sebelumnya.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, digunakan beberapa sumber berupa buku-buku yang diantaranya adalah biografi dan memoir dari pelaku sejarah yang mengalami peristiwa tersebut.

Adapun buku-buku yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah :

1. Salam, Solichin, Sjahrir : Wajah Seorang DIplomat, Jakarta : Centre for Islamic Studies an Research, 1990. Buku tersebut menceritakan tentang pemikiran-pemikiran dibalik kebijakan-kebijakan yang diambil Sjahrir melalui politik diplomasi.

2. Legge, J.D., Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta : Grafiti, 2003. Buku tersebut menceritakan tentang peranan kelompok Sjahrir dalam Revolusi Indonesia serta berbagai aspek yang membentuk pandangan-pandangan mereka.

3. Mrazek, Rudolf, Sjahrir : Politik dan Pengasingan di Indonesia, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,1996. Buku tersebut menceritakan tentang Perjalanan politk dan biografi Sjahrir.

4. Sjahrir, Sutan, Renungan dan Perjuangan, Jakarta : Penerbit Djambatan dan Dian Rakyat, 1990. Buku tersebut menceritakan tentang surat-surat serta artikel-artikel yang ditulis oleh Sjahrir di penjara Cipinang, Boven Digoel, Banda Neira, Sukabumi, serta masa setelah kemerdekaan hingga tahun 1947. Buku ini berisikan pengalaman serta pemikiran-pemikiran Sjahrir.

5. Anwar, Rosihan H., Perdjalanan Terachir Pahlawan Nasional Sutan Sjahrir, Djakarta : PT. Pembangunan, 1966. Buku tersebut menceritakan tentang kejadian-kejadian pada dan menjelang hari pemakaman Sutan Sjahrir, buku ini menggambarkan bagaimana pandangan serta penghargaan orang terhadap Sjahrir, baik di dalam maupun di luar negeri.

6. Harjono, Anwar, Perjalanan Politik Bangsa : Menoleh ke Belakang Menatap Masa Depan, Jakarta : Gema Insani Press, 1997. Buku tersebut menceritakan tentang Perjalanan politik Indonesia sejak jaman penjajahan, masuknya faham kebangsaan, Indonesia belajar memerintah, serta problematika didalamnya.

7. Anwar, Rosihan H., Singa dan Banteng : Sejarah Hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950, Jakarta : UI Press, 1997. Buku ini menceritakan tentang Hubungan Indonesia dan Belanda 1945-1950. Buku ini dibuat berdasarkan Kongres internasional sejarah “Singa dan Banteng” di Den Haag.

8. Lapian A.B dan P.J. Drooglever, Menelusuri Jalur Linggarjati : Diplomasi dalam Perspektif Sejarah, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992. Buku ini menceritakan tentang latar bealakang di buatnya perjanjian Linggarjati.

9. Hoesein, Rushdy, Kebijakan Politik Kabianet Sjahrir 1945-1947, Tesis program studi sejarah, program pascasarjana UI, 2003, tidak terbit. Tesis ini menceritakan tentang kebijakan-kebijakan terkait politik dan militer dalam tiga periode kabinet Sjahrir antara 1945-1947.

F. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Sejarah yang terdiri dari empat tahap.

Tahap pertama adalah Heuristik yaitu mengumpulkan data-data dari berbagai sumber yang terdapat di perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. Dari pencarian data-data didapatlah sumber primer, sekunder, dan tersier.

Sumber Primer yang diperoleh yaitu :

1. Mrazek, Rudolf, Sjahrir : Politik dan Pengasingan di Indonesia, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,1996.

2. Anwar, Rosihan H., Perdjalanan Terachir Pahlawan Nasional Sutan Sjahrir, Djakarta : PT. Pembangunan, 1966.

3. Sjahrir, Sutan, Renungan dan Perjuangan, Jakarta : Penerbit Djambatan dan Dian Rakyat, 1990.

4. Anwar, Rosihan H., Singa dan Banteng : Sejarah Hubungan Belanda-Indonesia 1945-1950, Jakarta : UI Press, 1997.

Sumber Sekunder yang diperoleh yaitu :

1. Salam, Solichin, Sjahrir : Wajah Seorang DIplomat, Jakarta : Centre for Islamic Studies an Research, 1990.

2. Legge, J.D., Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta : Grafiti, 2003.

3. Harjono, Anwar, Perjalanan Politik Bangsa : Menoleh ke Belakang Menatap Masa Depan, Jakarta : Gema Insani Press, 1997.

4. Lapian A.b dan P.J. Drooglever, Menelusuri Jalur Linggarjati : Diplomasi dalam Perspektif Sejarah, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992.

Sumber Tersier yang diperoleh yaitu :

1. Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005.

2. Poesponegoro, Marwati Djoenoed, dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta : Balai Pustaka, 1993.

3. Anthony J.S. Reid, Revolusi Nasional Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Kesulitan yang terjadi di lapangan adalah keterbatas waktu untuk mencari sumber-sumber lain di Perpustakaan Nasional dan di Arsip Nasianal.

Setelah semua data terkumpul, dilakukanlah kritik sumber. Kritik sumber terdisi dari dua langkah Kritik internal mengenai kebenaran suatu data yang diperoleh di lapangan, dan kritik eksternal. Dari beberapa data yang di peroleh ada perbedaan-perbedaan informasi dari tiap-tiap buku. Dari tesis berjudul Kebijakan Politik Kabinet Sjahrir 1945-1947, dikatakan bahwa Kabinet Sjahrir berisikan teman-teman dekat Sjahrir yang tidak pernah bekerjasama dengan Jepang. Namun, Kabinet kedua dan ketiganya lebih bersifat nasional karena melibatkan semua unsur golongan. Sedangkan di dalam buku Perjalanan Politik Bangsa dikataan bahwa sebagian besar anggota Kabinet Sjahrir justru merupakan orang-orang yang telah bekerja sama dengan Jepang di masa pendudukan, dan dengan Belanda di masa penjajahan.[7] Maka dari itu, perlu dilihatlah susunan kabinet Sjahrir I.

Langkah selanjutnya setelah melakukan kritik terhadap data-data adalah melakukan interpretasi yaitu memberikan makna terhadap fakta sejarah yang telah ditemukan. Langkah terakhir adalah melakukan Historiogtafi, yaitu melakukan penulisan dari hasil penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Peranan Sutan Sjahrir dalam Revolusi Indonesia ini akan dibahas dalam empat bab yaitu sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Berisi latar belakang, batasan masalah, tujuan penelitian, dan metodologi penelitian.

BAB II Gambaran umum kondisi politik, social Indonesia pada masa pra-revolusi dan masa revolusi (1945-1949)

BAB III Peranan Sutan Sjahrir dalam Revolusi Indonesia serta pemikiran-pemikiran Sjahrir yang berkaitan dengan kebijakan yang diambil ketika Sjahrir menduduki Kabinet dalam system Demokrasi Parlementer hingga kejatuhan kabinetnya juga peranan Sjahrir setelah mundur dari cabinet hingga akhir masa revolusi.

BAB IV Penutup



[1] Sutan Sjahrir, Renungan dan Perjuangan, diterjemahkan H.B Jassin, Penerbit Djambatan dan Dian Rakyat, Jakarta, 1990, hlm. 268.

[2] Ibid., hlm. 270.

[3] Solichin salam, Sjahrir: Wajah Seorang Diplomat, CISR, Jakarta, 1990, hlm. 7.

[4] Anthony J.S. Reid, Revolusi Nasional Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996 hlm. 18.

[5] op. cit., hlm. 13.

[6] Ibid., hlm. 14.

[7] Anwar Harjono, Perjalanan Politk Bangsa, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hlm. 86.

4 comments:

jkton said...

buku perjuangan terachir bisa didapat dimana ya ??

andreas iswinarto said...

Jejak Langkah Sebuah Bangsa, Sebuah Nation

Tak mungkin orang dapat mencintai negeri dan bangsanya,
kalau orang tak mengenal kertas-kertas tentangnya.
Kalau dia tak mengenal sejarahnya.
Apalagi kalau tak pernah berbuat sesuatu kebajikan untuknya,”

-Minke, dalam Novel Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer-
Dikutip Kompas di tulisan pembuka liputan khusus Anjer-Panarukan

Saya memberikan apresiasi yang besar kepada Koran Kompas dan juga kalangan pers pada umumnya yang secara intens dan kental mendorong munculnya kesadaran historis sekaligus harapan dan optimisme akan masa depan Indonesia. Mempertautkan makna masa lalu, masa kini dan masa depan. Ini nampak paling tidak sejak bulan Mei secara rutin Kompas memuat tulisan wartawan-wartawan seniornya dan mungkin beberapa orang non wartawan kompas bertajuk 100 Tahun Kebangkitan Nasional . Patut diapresiasi pula liputan besar Kompas “Ekspedisi 200 Tahun Jalan Pos Anjer-Panaroekan”.

Daniel Dhakidae yang juga menjadi salah satu penulis seri 100 Tahun Kebangkitan Nasional Kompas ini pernah mengatakan bahwa “sejarah bukan masa lalu akan tetapi juga masa depan dengan menggenggam kuat kekinian sambil memperoyeksikan dirinya ke masa lalu. Warisan tentu saja menjadi penting terutama warisan yang menentukan relevansi kekinian. Apa yang dibuat disini adalah melepaskan penjajahan masa kini terhdap masa lalu dan memeriksa kembali masa lalu dan dengan demikian membuka suatu kemungkinan menghadirkan masa lalu dan masa depan dalam kekinian”. (Cendekiawan dan Kekuasaan : Dalam Negara Orde Baru; Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal xxxii)

Dalam bukunya itu contoh gamblang diperlihatkan oleh Dhakidae, dimana sebelum sampai pada bahasan masa Orde Baru ia melakukan pemeriksaaan wacana politik etis sebagai resultante pertarungan modal, kekuasaan negara kolonial, dan pertarungan kebudayaan antara Inlander vs Nederlander, antara boemipoetra dan orang Olanda. Baginya zaman kolonial menjadi penting bukan semata sebagai latarbelakang, akan tetapi wacana itu begitu menentukan yang dalam arti tertentu bukan saja menjadi pertarungan masa lalu akan tetapi masa kini.

Kompas saya pikir telah mengerjakan ini dengan sangat baik dan saya mendapatkan pencerahan dari sana (o iya Bung Daniel adalah juga kepala litbang Kompas)

Untuk meningkatkan akses publik ke seluruh tulisan-tulisan berharga ini, saya menghimpun link seri artikel Kompas bertajuk 100 Tahun Kebangkitan Nasional ini. Sebelumnya saya juga telah menghimpun link seri liputan Kompas Ekspedisi 200 Tahun Jalan Raya Pos Anjer-Panaroekan : Jalan (untuk) Perubahan.

Demikian juga saya telah menghimpun link-link ke artikel-artikel Edisi Khusus Kemerdekaan Majalah Tempo tentang Tan Malaka “BAPAK REPUBLIK YANG DILUPAKAN. Sebagai catatan tulisan tentang Tan Malaka juga ada di dalam seri tulisan Kompas seputar 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Apresiasi tinggi pula untuk Majalah Tempo.

Akhir kata secara khusus saya menaruh hormat kepada Pramoedya Ananta Toer yang telah menjadi ‘guru sejarah’ saya melalui karya-karya sastra dan buku-buku sejarah yang ditulisnya. Saya pikir bukan sebuah kebetulan Kompas mengutip roman Jejak Langkah sebagai pengantar liputan khususnya, juga dari buku Pram Jalan Raya Pos, Jalan Daendels- “Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain”.

Tidak lain juga sebuah penghormatan kalau tidak pengakuan terhadap sumbangan Pram untuk negeri ini. Diakui atau tidak.

Salam Pembebasan
Andreas Iswinarto

Untuk seri tulisan 100 Tahun Kebangkitan Nasional
Kipling, Ratu Wilhelmina, dan Budi Utomo; Renaisans Asia Lahirkan Patriotisme Bangsa-bangsa; Semangat Kebangsaan yang Harus Terus Dipelihara; Menemukan Kembali Boedi Oetomo; Ideologi Harga Mati, Bukan Harta Mati; Pohon Rimbun di Tanah yang Makin Gembur; Mencari Jejak Pemikiran Hatta; Membangun Bangsa yang Humanis; Tan Malaka dan Kebangkitan Nasional; Kaum Cerdik Pandai, antara Ilmu dan "Ngelmu"; Masa Depan "Manusia Indonesia"-nya Mochtar Lubis, Menolak Kutukan Bangsa Kuli; Pendidikan dan Pemerdekaan; Kembali ke PR Gelombang Ketiga; Kebudayaan dan Kebangsaan; Musik Pun Menggugah Kebangsaan...

Silah link ke
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/jejak-langkah-sebuah-bangsa-sebuah.html

Ekspedisi Kompas 200 Tahun Anjer-Panaroekan
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/belajar-dari-sejarah-sebuah-jalan-200.html

Edisi Kemerdekaan Tempo dan 12 buku online : Tan Malaka
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/tan-malaka-bapak-republik-revolusi.html

Anonymous said...

kalo mau ekskavasi kayak gini juga?

Anonymous said...

kalo mau ekskavasi situs sejarah juga kayak gini?